Senin, 05 Juli 2010

TUJUAN PENDIDIKAN

A. Tujuan umum

Salah satu komponen pendidikan adalah tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan terlibat secara langsung di dalam setiap kegiatan pendidikan, dan pendidikan tidak dapat berlangsung tanpa tujuan tertentu. A. Tafsir (1987: 31) menyatakan bahwa tujuan itu menentukan isi pengajaran, langkah pengajaran, dan evaluasi. Penjabaran itu dimulai dari tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional, sampai kepada tujuan yang khusus dan operasional.

Tujuan pendidikan diartikan sebagai rumusan dari kualitas pengetahuan kemampuan, dan sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah menyelesaikan suatu program pengajaran di sekolah. Di dalam perencanaan pengajaran perlu dikenal dengan baik tujuan-tujuan tersebut sesuai dengan tingkat kemampuan dan fungsinya masing-masing.

Dalam hubungan ini, MJ. Langaveld mencoba melihat suatu tujuan pendidikan yang bersifat universal yang berlaku bagi semua manusia. Beliau menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk mencapai tingkat kedewasaan secara susila. (W. Gulo; 2008)

B. Tujuan Pendidikan Nasional

Dalam UU No. 20 tahun 2003, pasal 3 dinyatakan bahwa; Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

C. Tujuan Institusional

Tujuan institusional adalah tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan.

Dalam peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan Bab V pasal 26 dijelaskan standar kompetensi lulusan pada jenajng pendidikan dasar dan menengah bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut.

D. Tujuan kurikuler

Pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standat nasional pendidikan pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum dan kejuruan dan menengah terdiri atas:

a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Kelompok mata pelajaran estetika.
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

E. Tujuan Pembelajaran / Instruksional

Dalam kalsifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran yang disebut juga dengan tujuan instruksional, merupakan yang paling khusus. Tujuan pembelajaran yang merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan.

F. Isi Rumusan Tujuan dalam Pengajaran

Isi tujuan pengajaran harus bersifat komprehensif, artinya mengandung aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiga aspek ini harus terdapat baik dalam tujuan yang bersifat umum maupun tujuan yang bersifat khusus.

1. Domain Kognitif
a. Pengetahuan
Pengetahuan berhubungan dengan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Namun apa yang diketahui hanya sekedar informasi yang dapat diingat saja.

b. Pemahaman
Pemahaman adalah kemampuan memahami arti atau makna dari sesuatu materi pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan, atau meringkas tentang sesuatu. Pemahaman dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menafsirkan sesuatu dengan menerjemahkannya.

c. Penerapan
Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudaj dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan teori, dalil, konsep, prinsip, atau metode.

d. Analisis
Analisis adalah kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu kepada komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dipahami, demikian pula hubungan yang satu dengan yang lainnya.

e. Sintesis
Sintesis merupakan kemampuan untuk menghimpun atau mendudukkan kedalam suatu keseluruhan, jadi kemampuan ini semacam kemampuan merumuskan suatu pola atau struktur baru berdasarkan berbagai informasi atau fakta.

f. Evaluasi
Evaluasi merupakan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.

2. Domain Afektif
a. Penerimaan
Penerimaan merupakan keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rangsangan tertentu. Penerimaan atau kesediaan seseorang untuk mengahadirkan dirinya pada suatu peristiwa atau rangsangan seperti kegiatan kelas, buku dan musik.

b. Pemberian respons
Pemberian respons merupakan partisipasi aktif dari siswa untuk kegiatan tertentu. Pemberian atau responding menunjuk pada keturutsertaan secara aktif siswa.

c. Penilaian
Hal ini berkenaan dengan penerimaan nilai tertentu pada diri individu atau menolaknya.

d. Pengorganisasian
Berkenaan dengan penerimaan berbagai nilai yang berbeda-beda berdasarkan suatu nilai tertentu yang lebih tinggi.

e. karakterisasi
Mengacu terhadap karakter atau gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang secara teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan.

3. Domain psikomotor
a. Persepsi atau “perception”
Persepsi menunjukkan pada pemakaian alat-alat perasa untuk membimbing efektivitas gerak.

b. Kesiapan atau “set”
Kesiapan menunjukkan pada kesediaan untuk mengambil jenis aksi atau tindakan yang mencakup kesediaan materil, kesiapan fisik, dan kemauan memberi reaksi.

c. Tanggapan terbimbing atau “guided respons”
Tanggapan terbimbing merupakan tahap awal dari belajar keterampilan yang lebih kompleks.

d. Mekanisme atau “mechanism”
Mekanisme berkenaan dengan gerak-gerak penampilan yang melukiskan proses dimana gerak yang telah dipelajari kemudian diterima atau diadopsi menjadi kebiasaan.

e. Respon nyata yang kompleks atau “compex over respons”
Respon nyata yang kompleks menunjukkan pada penampilan gerakan-gerakan secara mahir dan cermat dalam bentuk gerakan-gerakan yang rumit.

f. Penyesuaian atau “adaptation”
Penyesuaian berkenaan dengan keterampilan yang telah dikembangkan secara lebih baik sehingga seseorang tampak sudah dapat mengolah gerakan dan menyesuaikan dengan tuntunan.

g. Penciptaan atau “origination”
Penciptaan atau origination berkenaan dengan penciptaan pola gerakan baru yang sesuai dengan situasi dan masalah tertentu.

Kamis, 01 Juli 2010

Pengembangan dan Penggunaan Media

PENDAHULUAN

Langkah awal guru dalam merancang prosedur pengajaran adalah merupakan tujuan instruksional khusus (Indikator). Indikator pada dasarnya merupakan rumusan tentang bentuk perilaku atau kemampuan- kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah mereka mengikuti pengajaran.

Suatu rumusan Indikator tentang kemampuan- kemampuan yang harus dimiliki peserta didik itu harus memenuhi syarat berikut: Spesifik artinya mengandung satu penafsiran (tidak menimbulkan penafsiran yang bermacam-macam). Operasional artinya mengandung

satu perilaku yang dapat diukur untuk memudahkan penyusunan alat evaluasi.
Terkait dengan alat evaluasi di bidang media pengajaran, mutu guru akan dapat ditentukan dari seberapa jauh atau kreatif ia dalam pengembangan dan inovasi media pengajaran. Hal ini akan sangat membantu tugasnya sebagai profesional.

RUMUSAN MASALAH
a. Bagaiman pemilihan media yg efektif ?
b. Bagaimana mempertimbangan dalam hal memilih media?
c. Penggunan media yang dipilih ?
d. Apa pengembangan media berbasis lingkungan ?

A. Pemilihan Media yang Efektif dan Menyenagkan bagi Proses Pembelajaran

Peran guru dalam inovasi dan pengembangan media pengajaran sangat diperlukan mengingat guru dapat dikatakan sebagai pemain yang sangat berperan dalam proses belajar mengajar di kelas, yang hendaknya dapat mengolah kemampuannya untuk membuat media pengajaran lebih efektif dan efisien. Hal ini, menurut Wijaya dkk (1991:2), disebabkan perkembangan jaman yang terus terjadi tanpa henti dengan kurun waktu tertentu.

Lembaga pendidikan hendaknya tidak hanya puas dengan metode dan teknik lama, yang menekankan pada metode hafalan, sehingga tidak atau kurang ada maknanya jika diterapkan pada masa sekarang. Perkembangan zaman yang begitu pesat dewasa ini membuat siswa semakin akrab dengan berbagai hal yang baru, seiring dengan perkembangan dunia informasi dan komunikasi. Karena itu, sangat wajar jika kondisi ini harus diperhatikan oleh guru agar terus mengadakan pembaharuan (inovasi).

Pembaharuan atau inovasi dalam dunia kependidikan sering diartikan sebagai suatu upaya lembaga pendidikan dalam menjembatani masa sekarang dan masa yang akan datang dengan cara memperkenalkan program kurikulum atau metodologi pengajaran yang baru sebagai jawaban atas perkembangan internal dan eksternal dalam dunia pendidikan yang cenderung mengejar efisiensi dan efektivitas (Wijaya dkk, 1991:2).

Pada lembaga pendidikan, faktor yang menjadi penentu keberhasilan tujuan pendidikan adalah guru. Hal ini ditegaskan oleh Samana (1994:16) bahwa guru merupakan faktor utama dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang pada gilirannya akan sangat mempengaruhi kemajuan masyarakat yang menjadi suprasistem sekolah yang bersangkutan. Masyarakat yang semakin rasional dan teknologis semakin membutuhkan jasa sekolah dan atau guru yang bermutu.

Terkait dengan inovasi di bidang media pengajaran, mutu guru akan dapat ditentukan dari seberapa jauh atau kreatif ia dalam pengembangan dan inovasi media pengajaran. Hal ini akan sangat membantu tugasnya sebagai profesional. Menurut Sudarminto (dalam Samana, 1994:21), guru yang profesional yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya secara efektif dan efisien.

Lebih lanjut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang menjadi Departemen Pendidikan Nasional) melalui Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) (dalam Arikunto, 1990:239) telah merumuskan bahwa kompetensi profesional guru menuntut seorang guru untuk memiliki pengetahuan yang luas serta mendalam tentang bidang studi (subject matter) yang diajarkannya beserta penguasaan metodologis, dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritis, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar-mengajar.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemampuan guru dalam mengembangkan dan melakukan pembaharuan media pengajaran merupakan salah satu indikator kompetensi profesionalnya.

Konsekuensi yang harus diperhatikan adalah bahwa sikap statis (tidak kreatif) dan cara-cara yang konvensional semua pihak yang terlibat dalam dunia kependidikan, terutama guru, hendaknya dihilangkan. Guru harus aktif mencari dan mengembangkan sistem pendidikan yang terbuka bagi inovasi teknologi media pengajaran. Dalam hal ini, penanaman sikap inovatif pada guru sangat penting dilakukan (Wijaya, 1991:1-2).

Terkait dengan semakin beragamnya media pengajaran, pemilihan media hendaknya memperhatikan beberapa prinsip. Pertama, kejelasan maksud dan tujuan pemilihan media; apakah untuk keperluan hiburan, informasi umum, pembelajaran dan sebagainya. Kedua, familiaritas media, yang melibatkan pengetahuan akan sifat dan ciri-ciri media yang akan dipilih. Ketiga, sejumlah media dapat diperbandingkan karena adanya beberapa pilihan yang kiranya lebih sesuai dengan tujuan pengajaran (Rahardjo, 1986:62-63).

Sejalan dengan pendapat di atas, Miarso (1986:105) menyatakan bahwa hal pertama yang harus dilakukan guru dalam penggunaan media secara efektif adalah mencari, menemukan, dan memilih media yang memenuhi kebutuhan belajar anak, menarik minat anak, sesuai dengan perkembangan kematangan dan pengalamannya serta karakteristik khusus yang ada pada kelompok belajarnya. Karaketristik ini antara lain adalah kematangan anak dan latar belakang pengalamannya serta kondisi mental yang berhubungan dengan usia perkembangannya.

Selain masalah ketertarikan siswa terhadap media, keterwakilan pesan yang disampaikan guru juga hendaknya dipertimbangkan dalam pemilihan media. Setidaknya ada tiga fungsi yang bergerak bersama dalam keberadaan media. Pertama¸ fungsi stimulasi yang menimbulkan ketertarikan untuk mempelajari dan mengetahui lebih lanjut segala hal yang ada pada media. Kedua, fungsi mediasi yang merupakan perantara antara guru dan siswa. Dalam hal ini, media menjembatani komunikasi antara guru dan siswa. Ketiga, fungsi informasi yang menampilkan penjelasan yang ingin disampaikan guru. Dengan keberadaan media, siswa dapat menangkap keterangan atau penjelasan yang dibutuhkannya atau yang ingin disampaikan oleh guru.

Fungsi stimulasi yang melekat pada media dapat dimanfaatkan guru untuk membuat proses pembelajaran yang menyenagkan dan tidak membosankan. Kondisi ini dapat terjadi jika media yang ditampilkan oleh guru adalah sesuatu yang baru dan belum pernah diketahui oleh siswa baik tampilan fisik maupun yang non-fisik. Selain itu, isi pesan pada media tersebut hendaknya juga merupakan suatu hal yang baru dan atraktif, misalnya dari segi warna maupun desainnya.

Semakin atraktif bentuk dan isi media, semakin besar pula keinginan siswa untuk lebih jauh mengetahui apa yang ingin disampaikan guru atau bahkan timbul keinginan untuk berinteraksi dengan media tersebut. Jika siswa mendapatkan suatu inormasi atau pengalaman berharga dari media tersebut, di sinilah titik sentral terjadinya belajar.

Selanjutnya, Rahardjo (1986:71) mengklasifikasi media pengajaran sebagai berikut:
Daftar Kelompok Media Pengajaran
No. Kelompok Media Jenis Media
1 Audio - pita audio (rol ataun kaset)
- piringan audio
- radio (rekaman siaran)
2 Cetak - buku teks terprogram
- buku pegangan (manual)
- buku tugas
3 Audio-cetak- buku latihan dilengkapi kaset atau pita audio
- pita, gambar, bahan dengan suara pita audio
4 Proyeksi visual diam- film bingkai (slide)
- film rangkai (berisi pesan verbal)
5 Proyeksi visual-diam dengan audio- film bingkai (slide)
- film rangkai dengan suara
6 Visual gerak- film bisu dengan judul (caption)
7 Visual gerak dengan audio- film suara
- video
8 Benda - benda nyata
- model tiruan
9 Manusia dan sumber lingkungan
10 Komputer - program pembelajaran terkomputer

Guru hendaknya benar-benar dapat mempertimbangkan kegunaan maupun aksesibilitas media tersebut. Jika suatu media tidak dapat diakses karena alasan tertentu, guru hendaknya mencari dan menemukan alternatif lainnya, misalnya dengan memproduksi sendiri suatu media menurut sarana yang dimilikinya. Hal semacam ini memang memungkinkan untuk dilakukan karena, menurut Rahardjo (1986:63).

Media dibedakan menjadi dua macam menurut criteria aksesibilitasnya, yaitu:
a. media yang dimanfaatkan (media by utilization), artinya media yang biasanya dibuat untuk kepentingan komersial yang terdapat di pasar bebas. Dalam hal ini, guru tinggal memilih dan memanfaatkannya, walaupun masih harus mengeluarkan sejumlah biaya.

b. Media yang dirancang (media by design) yang harus dikembangkan sendiri. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mampu merancang dan mengembang sendiri media tersebut sesuai dengan sarana dan kelengkapan yang dimilikinya.

B. Pertimbangan dalam Memilih Media Pembelajaran


Sejak tahun 1930 berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kebermanfaatan penggunaan media untuk keperluan pembelajaran. Penelitian ini diawali dengan evaluasi media untuk melihat apakah suatu media dapat dipergunakan untuk pembelajaran. Penelitian ini berasumsi bahwa media sebagai stimulus dapat mengubah perilaku. Akan tetapi hasil penelitian itu dianggap kurang dapat diandalkan karena hasilnya menunjukkan bahwa semua media dapat dipergunakan untuk pembelajaran. Oleh karena itu penelitian-penelitian berikutnya beralih ke penelitian perbandingan media untuk pembelajaran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah suatu media lebih baik daripada media lain. Misalnya, apakah gambar diam lebih baik daripada gambar hidup (film) atau apakah media audio lebih baik dari pada media visual. Hasil penelitian-penelitian itu ternyata tidak konsisten dan sulit dapat dipercaya. Kemudian penelitian beralih lagi ke media itu sendiri untuk mengetahui keunggulan suatu media dalam menyampaikan bahan pembelajaran. Hasil penelitian terakhir ini juga tampaknya kurang memuaskan.

Dari berbagai jenis penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas, diketahui bahwa pada hakikatnya bukan media itu sendiri yang menentukan hasil belajar. Ternyata keberhasilan menggunakan media dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar tergantung pada (1) isi pesan, (2) cara menjelaskan pesan, dan (3) karakteristik penerima pesan.

Dengan demikian dalam memilih dan menggunakan media, perlu diperhatikan ketiga faktor tersebut. Tidak berarti bahwa semakin canggih media yang digunakan akan semakin tinggi hasil belajar atau sebaliknya. Untuk tujuan pembelajaran tertentu dapat saja penggunaan papan tulis lebih efektif dan lebih efesien daripada penggunaan LCD, apabila bahan ajarnya dikemas dengan tepat serta disajikan kepada siswa yang tepat pula.

Sungguhpun demikian, secara operasional ada sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat, antara lain:
a. Access (akses)
Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam memilih media. Apakah media yang diperlukan itu tersedia, mudah dan dapat dimanfaatkan oleh murid? Misalnya, kita ingin menggunakan media internet, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, apakah ada saluran untuk koneksi ke internet, adakah jaringan teleponnya? Akses juga menyangkut aspek kebijakan, misalnya apakah murid diizinkan untuk menggunakan komputer yang terhubung ke internet? Jangan hanya kepala sekolah saja yang boleh menggunakan internet, tetapi juga guru/karyawan dan murid. Bahkan murid lebih penting untuk memperoleh akses.

b. Cost (biaya)
Biaya juga harus menjadi bahan pertimbangan. Banyak jenis media yang dapat menjadi pilihan kita. Media pembelajaran yang canggih biasanya mahal. Namun biaya itu harus kita hitung dengan aspek manfaat. Sebab semakin banyak yang menggunakan, maka unit cost dari sebuah media akan semakin menurun.

c. Technology (teknologi)
Mungkin saja kita tertarik kepada satu media tertentu. Tetapi kita perlu memperhatikan apakah teknisinya tersedia dan mudah menggunakannya? Katakanlah kita ingin menggunakan media audio visual untuk di kelas, perlu kita pertimbangkan, apakah ada aliran listriknya, apakah voltase listriknya cukup dan sesuai, bagaimana cara mengoperasikannya?

d. Interactivity (interaksi)
Media yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas. Semua kegiatan pembelajaran yang akan dikembangkan oleh guru tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.

e. Organization (organisasi)
Pertimbangan yang juga penting adalah dukungan organisasi. Misalnya apakah pimpinan sekolah atau pimpinan yayasan mendukung? Bagaimana pengorganisasiannya? Apakah di sekolah tersedia sarana yang disebut pusat sumber belajar?

f. Novelty (kebaruan)
Kebaruan dari media yang akan dipilih juga harus menjadi pertimbangan. Sebab media yang lebih baru biasanya lebih baik dan lebih menarik bagi murid.
Dari beberapa pertimbangan di atas, yang terpenting adalah adanya perubahan sikap guru agar mau memanfaatkan dan mengembangkan media pembelajaran yang “mudah dan murah”, dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di lingkungan sekitarnya serta memunculkan ide dan kreativitas yang dimilikinya.

C. Penggunaan Media yang Dipilih

Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang dijelaskan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu pendidik ucapkan, baik melalui kata-kata atau kalimat tertentu, bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media.

Dengan Demikian anak didik lebih mudah mencerna bahan yang dipelajarinya, dari pada tanpa bantuan media. Namun perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan terlihat, jika penggunaanya tidak sejalan dengan isi dan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Seperti kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu sendiri dapat berupa pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung.

Dalam proses belajar tidak semua pengalaman langsung bisa kita hadirkan pada peserta didik dalam kelas, untuk maksud itulah kehadiran media akan sangat membantu kita agar dapat membantu peserta didik dalam memberikan berbagai pengalaman, sekalipun dalam bentuk pengalaman tidak langsung. Mengapa perlu media dalam pembelajaran? Pertanyaan yang sering muncul

Dalam usaha menggunakan media dalam proses pembelajaran, perlu bagi pendidik untuk memperhatikan pedoman umum dalam penggunaan media sebagai berikut:
1) Tidak ada suatu media yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Masing-masing jenis media mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu pemanfaatan kombinasi dua atau lebih media akan lebih mampu membantu tercapainya tujuan pembelajaran

2) Penggunaan media harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Dengan demikian pemanfaatan media harus menjadi bagian integral dari penyajian pelajaran.

3) Penggunaan media harus mempertimbangkan kecocokan ciri media dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan.

4) Penggunaan media harus disesuaikan dengan bentuk kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

5) Penggunaan media harus disertai persiapan yang cukup seperti mem-priview media yang akan dipakai, mempersiapkan berbagai peralatan yang dibutuhkan di ruang kelas sebelum pelajaran dimulai dan sebelum peserta masuk. Dengan cara ini pemanfaatan media diharapkan tidak akan mengganggu kelancaran proses pembelajaran dan mengurangi waktu.

6) Pembelajaran perlu disiapkan sebelum media digunakan agar mereka dapat mengarahkan perhatian pada hal-hal yang penting selama penyajian dengan media berlangsung.

7) Penggunaan media harus diusahakan agar senantiasa melibatkan partisipasi aktif peserta. (Miarso, 2004: 461).

D. Pengembangan Media Berbasis Lingkungan

Pengembangan media berbasis lingkungan sekitar perlu dilakukan oleh pendidik untuk mencapai pembelajaran yang efektif. Keefektifan pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan menyimak, berbicara, kosakata, membaca, dan menulis. Lingkungan sekitar yang dapat dikembangkan meliputi: sekolah, perpustakaan, pasar tradisional, dan tempat wisata. Adapun cara pengembangannya sebagai berikut:

Sekolah
Segala sesuatu yang ada di sekitar sekolah dapat dijadikan media pembelajaran yang baik. Media dapat meningkatkan kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Contoh pembelajaran:
• Peserta didik mengunjungi sekolah dasar terdekat bersama pendidik.

• Peserta didik mewawancarai orang-orang yang ada di sana berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.

• Peserta didik memperhatikan suasana dan keadaan sekolah untuk dilaporkan secara lisan dan tertulis.

• Peserta didik menulis laporan kunjungannya dengan singkat.

Perpustakaan
Perpustakaan merupakan media yang baik terutama untuk pembelajaran yang berstatus peserta didik atau mahapeserta didik.
Contoh pembelajaran:
• Peserta didik bersama pendidik mengunjungi perpustakaan.

• Peserta didik bertanya kepada petugas bagaimana cara meminjam buku atau hal lain.

• Peserta didik membaca buku, surat kabar, atau majalah yang disenanginya.

• Peserta didik melaporkan hasil bacaannya secara tertulis.

Pasar Tradisional
Pasar tradisional dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk materi yang berkaitan dengan budaya. Media ini dapat dimanfaatkan untuk materi menyimak dan berbicara.
Contoh pembelajaran:
• Peserta didik bersama pendidik pergi ke pasar tradisional.

• Peembelajar berusaha menawar sesuatu dan membelinya kalau harganya sesuai.

• Peserta didik menyampaikan kesan kunjungannya dalam bentuk tertulis.

Tempat Wisata
Materi budaya dapat menggunakan tempat wisata sebagai media pembelajarannya. Media ini dapat digunakan untuk pembelajaran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Contoh pembelajaran:
• Peserta didik berwisata ke Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat.

• Peserta didik menyimak cerita legenda Gunung Tangkuban Perahu selama di perjalanan.

• Peserta didik bercakap-cakap dengan petugas dan wisatawan domestik yang yang dijumpainya.

• Peserta didik membaca rambu-rambu yang ada di tempat tersebut.

• Peserta didik menulis laporan perjalanan sejak berangkat hingga pulang.

E. PENGGUNAAN MEDIA

Salah satu cirri media pembelajaran adalah bahwa media mengandung dan membawa pesan atau informasi kepada penerima yaitu siswa, yang terpenting media itu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar mengajar dan kemampuan siswa, serta siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.

MEDIA BERBASIS MANUSIA
Media berbasis manusia merupakan media tertua yang digunakan untuk mengirimkan dan mengkomunikasikan pesan atau informasi. Salah satu contoh yang terkenal adalah gaya tutorial Socrates.

Media ini bermamfaat khususnya bilatujuan kitaadalah mengubah sikap atau ingin secara langsung terlibat dengan pemantauan pembelajaran siswa. Misalnya media manusia dapat mengarahkan dan mempengaruhi proses belajar melalui eksplorasi terbimbing dengan menganalisis dari waktu ke waktu apa yang terjadi pada lingkungan belajar.

Media berbasis manusia mengajukan dua tekhnik yang efektif, yaitu rancangan yang berpusat pada masalah dan bertanya ala Socrates. Rancangan pengajaran yang berpusat pada masalah dibangun berdasarkan masalah yang harus dipecahkan oleh pelajar.
Salah satu factor penting dalam pengajaran dengan media berbasis manusiaialah rancangan pelajaran yang interaktif.dengan adanya manusia sebagai pemeran utama dalam proses belajar maka kesempatan berinteraksi semakin terbuka lebar. Sebagai penuntun untuk mengembangkan pelajaran interaktif dikemukakan langkah-langkah berikut:

a. mengidentifikasi pokok bahasan pelajaran.

b. Mengembangkan sajian pengajaran yang mencakup semua informasi.

c. Membaca / mengamati keseluruhan sajian dan menentukan dimana dialog interraktif dapat digabung.

d. Menetapkan jenis informasi yang diinginkan oleh siswa.

e. Menetapkan butir-butir diskusi penting.

f. Menentukan pesan-pesan apa yang ingin disampaikan.

MEDIA BERBASIS CETAKAN

Materi pengajaran berbasis cetakan yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun, jurnal, majalah, dan lembaran lepas. Pengajaran berbasis teks yang interaktif mulai popular pada tahun 1960-an dengan istilah pengajaran terprogram (programmed instruction) yang merupakan materi untuk belajar mandiri. Perancang pengajar harus berupaya untuk membuat materi dengan media berbasis teks ini menjadi interaktif.

Beberapa cara yang digunakan untuk menarik perhatian pada media berbasis teks adalah warna, huruf, dan kotak. Warna digunakan sebagai alat penuntun dan penarik perhatian kepada informasi yang penting, misalnya kata kunci dapat diberi tekanan dengan cetakan warna merah. Selanjutnya huruf yang dicetak tebal atau cetak miring memberi penekanan pada kata-kata kunci atau judul. Informasi penting dapat pula diberi tekanan dengan membari kotak.penggunaan garis bawah sebagai alat penuntun sedapat mungkin dihindari karena membuat kata itu sulit dibaca.

MEDIA BERBASIS VISUAL

Media berbasis visual (image atau perumpamaan) memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi stuktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan.

Bentuk visual bisa berupa (a) gambar representasi seprti gambar, lukisan atau foto yang menunjukan bagaimana tampaknya sesuatu benda. (b) diagram yang melukiskan hubungan-hubungan konsep, organisasi dan struktur isi material. (c) peta yang menunjukan hubungan-hubungan antara unsure-unsur dalam isi materi. (d) grafik seprti table, grafik dan chart(bagan) yang menyajikan gambaran atau kecendrungan data atau antar hubungan seperangkat gambar atau angka-angka.

MEDIA BERBASIS KOMPUTER

Dewasa ini komputer memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam bidang pendidikan dan latihan. Komputer berperan sebagai manager dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan nama Computer-managed instruction (CMI). Ada pula peran komputer sebagai pembantu tambahan dalam belajar; pemanfaatannya meliputi penyajian informasi isi materi pelajaran, latihan atau kedua-duanya. Modus ini dikenal sebagai computer assisted instruction (CAI). CAI mendukung pengajaran dan pelatihan akan tetapi dia bukanlah penyampai utama materi pelajaran. Komputer dapat menyajikan informasi dan tahapan pembelajaran lainnya disampaikan bukan dengan media komputer.

PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR

Pemanfaat perpustakaan sebagai sumber belajar secar efektif memerlukan keterampilan sebagai berikut (Achsin, 1986):
1. Keterampilan mengumpulkan informasi, yang m,eliputi ketermpilan (a) mengenalsumber informasi dan pengetahuan, (b) menentukan lokasi sumber informasi berdasrkan system klasifikasi perpustakaan,cara menggunakan katalog dan indeks, (c) menggunakan bahan pustaka baru, bahan referensi seperti ensiklopedia, kamus, buku tahunan dan lain-lain.

2. Ketermpilan mengambil intisari dan mengorganisasikan informasi, seperti (a) memilih informasi yang relevan dengan kebutuhan dan masalah, dan (b) mendokumentasikan informasi dan sumbernya.

3. Keterampilan menganalisis, menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi, seperti (a) memahami bahan yang dibaca, (b) membedakan antara fakta dan opini, dan (c) menginterpretasi informasi baik yang saling mendukung maupun yang berlawanan.

4. Keterampilan menggunakan informasi,seperti (a) memanfaatkan intisari informasi untu mengambil keputusan dan memecahkan masalah, (b) menggunakan informasi dalam diskusi dan (c) menyajikan informasi dalam bemtuk tulisan.

F. PENGEMBANGAN MEDIA

Sebelum membahas satu persatu tentang pengembangan media pembelajaran tersebut perlu dikemukakan prinsip umum yang perlu diperhatikan pada saat mencari dan menentukan jenis media yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar.

MEDIA BERBASIS VISUAL
Visualisasi pesan, informasi atau konsep yang ingin disampaikan kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti foto, gambar / ilustrasi, sketsa/ gambar garis, grafik, bagan, chart, dan gabungan dari dua bentuk atau lebih.

Dalam proses penataan itu harus diperhatikan prinsip-prinsip desain tertentu, antara lain prinsip kesederhanaan, keterpaduan penekanan, dan keseimbangan. Unsur-unsur visual yang selanjutnya perlu dipertimbangkan adalah bentuk, garis, ruang, tekstur dan warna.

MEDIA BERBASIS AUDIO VISUAL
Media audio dan audio-visual merupakan bentuk media pembelajaran yang murah dan terjangkau. Sekali kita membeli tape dan peralatan seperti tape recorder, hampir tidak diperlukan lagi biaya tambahan karena tape dapat dihapus setelah digunakan dan pesan baru dapat direkam kembali.

1. Radio dan Tapess
Penggunaan media audio dalam pengajaran dibatasi hanya oleh imajinasi guru dan siswa. Media audio dapat digunakan dalam semua fase pengajaran mulai dari pengantar atau pembukaan ketika memperkenalkan topic bahasan sampai kepada evaluasi hasil belajar siswa. Penggunaan media audio sangat mendukung system pembelajaran tuntas (mastery learning). Siswa yang belajarnya lamban dapat memutar kembali dan mengulangi bagian-bagian yang belum dikuasainya.

2. Kombinasi Slide dan Suara
Gabungan slide (film bingkai) dengan tape audio adlah jenis system multimedia yang paling mudah diproduksi. Media pengajaran gabungan slide dan tape dapat digunakan pada berbagai lokasi dan untuk berbagai tujuan pengajaran yang melibatkan gambar-gambar guna menginformasikan atau mendorong lahirnya respons emosional.

3. Media Berbasis Komputer
Kemajuan teknologi komputer sejak muncul pada tahun 1960-an sangat lamban. Ruangan besar dan jumlah orang yang cukup banyak diperlukan untuk menjalankan komputer pada masa itu. Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran dikenaldengan nama pengajaran dengan bantuan komputer. Dilihat dari situasi belajar dimana komputer digunakan untuk tujuan menyajikan isi pelajaran, bisa berbentuk tutorial, drills and practice, simulasi dan permainan.

4. Media Berbasis Komputer dan Inter-Active Video
Meskipun difinisi multimedia masih belum jelas, secara sederhana diartikan sebagai lebih dari satu media. Bisa berupa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara dan video. Kombinasi slide dan audio merupakan perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan kepada kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media itu. Dengan demikian arti multi media yang umumnya dikenal dewasa ini adalah berbagai macam kombinasi grafik, teks, suara, video dan animasi.

Penggabungan ini merupakan suatu kesatuan yang secara bersama-sama menampilkan informasi, pesan atau isi pelajaran. multimedia berbasis komputer ini sangat menjanjikan untuk penggunaannya dalam bidang pendidikan. Meskipun saat ini penggunaan media ini masih dianggap mahal, dalam beberapa tahun mendatang biaya itu akan semakin rendah dan dapat terjangkau serhingga dapat digunakan secara meluas diberbagai jenjang sekolah.


RUJUKAN :
http://ugnews.gunadarma.ac.id/2007/03/05/seminar-sehari-manajemen-pengembangan-dan-pemanfaatan-media-radio-dan-tv-dalam-proses-pembelajaran/
http://mfadil.blog.unej.ac.id/pemanfaatan-media-pembelajaran/
http://suksesbersamasukarto.blogspot.com/2010/02/pemanfaatan-dan-pengembangan-media.html
http://sukses-skripsi.co.cc/pengaruh-pengelolaan-kelas-dan-pemanfaatan-media-pembelajaran-akuntansi-terhadap-prestasi-belajar-siswa/

Rabu, 30 Juni 2010

PERENCANAAN PEMBELAJARAN

KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN

A. Definisi Perencanaan

Ada beberapa definisi mengenai perencanaan yang rumusannya berbeda-beda satu dengan yang lain.Cunningham misalnya mengemukakan bahwa perencanaan ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan menvisualkan dan memformulasikan hasil yang akan diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam penyelesaiaan. Perencanaan di sini menekankan pada usaha menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan masa yang akan datang serta usaha untuk mencapainya. Apa wujud yang akan datang itu dan bagaimana usaha untuk mencapainnya.

Definisi yang kedua mengemukakan bahwa perencanaan adalah hubungan antara apa yang ada sekarang( What is) dengan bagaimana seharusnya ( What Should be) yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program, dan alokasi sumber.

Sementara itu definisi yang lain tentang perencanaan dirumuskan sangat pendek, perencanaan adalah suatu cara untuk mengantisifasi dan menyeimbangkan perubahan.

Ketiga definisi di atas memperlihatkan rumusan dan tekanan yang berbeda. Yang satu mencari wujud yang akan datang serta usaha untuk mencapainya, yang lain menghilangkan kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan masa mendatang, dan yang satu lagi mengubah keadaan agar sejalan dengan keadaan lingkungan yang juga berubah-ubah. Meskipun demikian pada hakikatnya ketiganya bermaka sama, yaitu sama-sama ingin mencari dan mencapai wujud yang akan datang, tetapi yang pertama dan kedua tidak dinyatakan secara eksplisit bahwa wujud yang dicari itu akibat terjadinya perubahan, termasuk perubahan dalam cita-cita.

Berdasarkan rumusan di atas, dapat dibuat rumusan baru tentang apa itu perencanaan. Perencanaan yakni suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

B. Perencanaan Pembelajaran

Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implicit dalam pengajaran terdapatmemilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan ini dari perencanaan pembelajaran.

Pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Untuk itu pembelajaran sebagaimana disebut oleh Degeng (1989), reigeluth ( 1983 ) sebagai suatu disiplin ilmu menaruh perhatian pada perbaikan kualitas pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran deskriptif, sedangkan rancangan pembelajaran mendekati tujuan yang sama dengan berpijak pada teori pembelajaran preskriptif.

C. Dasar Perlunya Perencanaan Pembelajaran

Perlunya perencanaan pembelajaran sebagaimana disebutkan diatas, dimaksudkan agar dapat tercapai perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi sebagai berikut:
1. Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran.

2. Untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekatan system

3. Perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana sseorang belajar.

4. Untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacuhkan pada siswa secara perorangan;

5. Pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada tercapainya tujuan pembelajaran, dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran, dan tujuan pengiring dari pembelajaran;

6. Sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk belajar.

7. Perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel pembelajaran;

8. Inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

D. Prinsip-prinsip Umum Tentang Mengajar

Prinsip-prinsip umum yang harus dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar adalah sebagai berkut:
1. Mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki oleh siswa. Apa yang telah dipelajari merupakan dasar dalam mempelajari bahwa yang akan diajarkan. Oleh karena itu, tingkat kemampuan siswa sebelum proses belajar mengajar dapat berlansung harus dikatahui guru. Tingkat kemampuan semacam ini disebut entry behavior. Entry behavior dapat diketahui di antaranya dengan melakukan pre tesr. Hal ini sangat penting agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

2. Pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis. Hal ini dapat menarik minat, sekaligus dapat memotivasi belajar.

3. Mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa.

4. Kesiapan dalam belajar sangat penting dijadikan landasan dalam mengajar.

5. Tujuan pengajaran harus diketahui siswa. Apabila tujuan pengajaran diketahui, siswa mempunyai motivasi untuk belajar. Agar tujuan mudah diketahui, harus dirumuskan secara khusus.

6. Mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar. Para ahli psikologi merumuskan prinsip, bahwa belajar itu harus bertahap dan meningkat. Oleh karena itu, dalam mengajar haruslah mempersiapkan bahan yang bersifat gradual, yaitu:
a. Dari sederhana kepada yang kompleks (rumit);

b. Dari konkrit kepada Abstrak;

c. Dari umum ( general ) kepada yang kompleks

d. Dari yang sudah diketahui ( fakta ) kepada yang tidak diketahui ( konsep yang bersifat Abstrak )

7. Dengan menggunakan prinsip induksi kepada deduksi atau sebaliknya

8. Sering menggunakan Reinforcement ( penguatan )

E. Tipe-tipe Belajar

Menurut gagne belajar mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe itu bertingkat, ada hierarki dalam masing-masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar.

Tipe belajar dikemukankan oleh Gagne pada hakikatnya merupakan prinsip umum baik dalam belajar maupun mengajar. Artinya, dalam mengajar atau membimbing siswa belajar pun terdapat tingkatan sebagaimana tingkatan belajar di atas. Kedelapan tipe itu adalah sebagai berikut:
1. Belajar Isyarat ( Signal Learning )

Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons atau respon bersyarat seperti menutup mulut dengan telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Tipe belajar semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Menurut Therndike (1961) bentuk belajar seperti ini biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respons diberikat secara tidak sadar.

2. Belajar Stimulus-Respons ( Stimulus Respons Learning )

Belajar stimulus respon sama dengan teopri asosiasi ( S-R bond). Setiap respon. Setiap respons dapat diperkuat dengan renforcement. Hal ini pula berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.

3. Belajar Rangkaian (Chaining)

Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara baerbagai S-R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik atau gerakan verbal seperti selamat-tinggal, bapak-ibu.

4. Asosiasi Verbal ( verbal Assosiation )

Tipe belajar ini adalah mampu mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada sesuatu yang sudah dimilikinya. Misalnya “ pyramide itu bangunan Limas”. Seseorang dapat menyatakan bahwa pyramide bebangunan limas kalau ia mengetahui berbagai macam bangunan. Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk bila unsur-unsurnya terdapat urutan tertentu, yang satu mengikuti yang lain.

5. Belajar Diskriminasi ( Discrimination Learning )

Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.

6. Belajar Konsep ( Concept Learning )

Konsep merupakan symbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran terhadap fakta atau relita, dan hubungan antara berbagai fakta.

7. Belajar Aturan ( rule Learning )

Dalam belajar aturan seseorang telah dipandang telah memiliki berbagai konsep yang dapat digunakan untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau dalil.

8. Belajar Pemecahan Masalah ( Proble Solvig )

Tipe belajar yang terakhir adalah memecahakan masalah. Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam dirinya sudah mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang dihadapinya.

Kedelapan tipe belajar di atas tampaknya para ahli sepakat. Tipe belajar yang memiliki hierarki. Setiap tipe belajar belajar merupakan prasyaratan bagi tipe belajar selanjutnya.

Dalam kaitannya dengan perencanaan pengajaran, tipe belajar ini perlu mendapat perhatian, sebab hal ini menjadi salah satu factor yang turut menentukan keberhasilan pengajaran yang diberikan kepada siswa.

Jumat, 25 Juni 2010

EVALUASI, AKREDITASI, SERTIFIKASI

PENDAHULUAN

Fungsi penting dari manajemen pendidikan adalah berkaitan dengan proses pembelajaran, hal ini mencakup dari mulai aspek persiapan sampai dengan evaluasi untuk melihat kualitas dari suatu proses tersebut, dalam hubungan ini Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang melakukan kegiatan/proses pembelajaran jelas perlu mengelola kegiatan tersebut dengan baik karena proses belajar mengajar ini merupakan kegiatan utama dari suatu sekolah.

Dengan demikian nampak bahwa Guru sebagai tenaga pendidik merupakan faktor penting dalam manajemen pendidikan, sebab inti dari proses pendidikan di sekolah pada dasarnya adalah guru, karena keterlibatannya yang langsung pada kegiatan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidik dalam suatu lembaga pendidikan akan menentukan bagaimana kontribusinya bagi pencapaian tujuan.


RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian, tujuan dan fungsi dari akreditasi ?
2. Fungsi evaluasi, dan
3. Pengertian, tujuan dan fungsi sertifikasi ?



PEMBAHASAN

A. Pengertian Akreditasi
Pengertian mencakupi pengertian akreditasi , program dan satuan pendidikan non formal.

1.1 Akreditasi : Berdasarkan UU RI N0. 20/2003 Pasal 60 ayat (1) dan (3) , akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka.
Kriteria tersebut dapat berbentuk standar seperti yang termaktub dalam Pasal 35. ayat (1) yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas: standar isi, stándar proses, stándar kompetensi lulusan, stándar tenaga kependidikan, stándar sarana dan prasarana, stándar pengelolaan, stándar pembiayaan, dan stándar penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala

1.2 Program pendidikan non formal : Berdasarkan pada ketentuan umum pasal 1 ayat (9) UU RI N0. 20/2003 disebutkan bahwa Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Sedang pasal 15 menyebutkan jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

Khusus pada jalur pendidikan non formal sebagai tersebut pasal 26 ayat 3 UU RI NO 20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan Non Formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Mengacu pada ketentuan umum pasal 1 ayat (9) dan pasal 15 tersebut dapat rumuskan bahwa program pendidikan non formal adalah jenis pendidikan yang ada pada jalur non formal yang mencakupi ( menurut penjelasan pasal 26 ayat 3)
a. Program pendidikan kecakapan hidup (life skills) yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri.

b. Program pendidikan kepemudaan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa, seperti organisasi pemuda, pendidikan kepanduan/kepramukaan, keolahragaan, palang merah, pelatihan, kepemimpinan, pecinta alam, serta kewirausahaan.

c. Program pendidikan pemberdayaan perempuan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.

d. Program pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program paket A, paket B, dan paket C.

e. Program pendidikan dan pelatihan kerja dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai dengankebutuhan dunia kerja.

1.3 Satuan pendidikan non formal Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 ayat 10 UU RI NO 20/2003 satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal sedang menurut pasal 26 ayat 4 yang dimaksud dengan satuan pendidikan nonformal terdiri atas 1) lembaga kursus, 2) lembaga pelatihan, 3) kelompok belajar, 4) pusat kegiatan belajar masyarakat, dan 5) majelis taklim, serta 6) satuan pendidikan yang sejenis.
Satuan pendidikan kursus dan pelatihan secara khusus disebutkan dalam pasal 26 ayat 5 bahwa kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kursus dan pelatihan diperjelas dalam penjelasan pasal 26 ayat 5 sebagai bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewirausahaan serta pengembangan kepribadian profesional. Kursus dan pelatihan dikembangkan melalui sertifikasi dan akreditasi yang bertaraf nasional dan internasional.

Satuan pendidikan anak usia dini secara khusus sebagai tersebut dalam Pasal 28 ayat 4 yang menyebutkan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Di perjelas dalam penjelasan pasalnya dikatakan pendidikan anak usia dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar.
Dengan demikian akreditasi pendidikan non formal adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan suatu satuan dan program pendidikan non formal berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.

B. Tujuan Dan Manfaat Akreditasi Program Studi Sarjana (S1)

Akreditasi program studi sarjana adalah proses evaluasi dan penilaian secara komprehensif atas komitmen program studi terhadap mutu dan kapasitas penyelenggaraan program tridarma perguruan tinggi, untuk menentukan kelayakan program akademiknya. Evaluasi dan penilaian dalam rangka akreditasi program studi dilakukan oleh tim asesor yang terdiri atas pakar sejawat dan/atau pakar yang memahami penyelenggaraan program akademik program studi. Keputusan mengenai mutu didasarkan pada evaluasi dan penilaian terhadap berbagai bukti yang terkait dengan standar yang ditetapkan dan berdasarkan nalar dan pertimbangan para pakar sejawat. Bukti-bukti yang diperlukan termasuk laporan tertulis yang disiapkan oleh program studi yang diakreditasi, diverifikasi dan divalidasi melalui kunjungan atau asesmen lapangan tim asesor ke lokasi program studi.

BAN-PT adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengevaluasi dan menilai, serta menetapkan status dan peringkat mutu program studi berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan. Dengan demikian, tujuan dan manfaat akreditasi program studi adalah sebagai berikut.
Memberikan jaminan bahwa program studi yang terakreditasi telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh BAN-PT dengan merujuk pada standar nasional pendidikan yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, sehingga mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat dari penyelenggaraan program studi yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan itu.
Mendorong program studi untuk terus menerus melakukan perbaikan dan mempertahankan mutu yang tinggi

Hasil akreditasi dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam transfer kredit perguruan tinggi, pemberian bantuan dan alokasi dana, serta pengakuan dari badan atau instansi yang lain.
Mutu program studi merupakan cerminan dari totalitas keadaan dan karakteristik masukan, proses, keluaran, hasil, dan dampak, atau layanan/kinerja program studi yang diukur berdasarkan sejumlah standar yang ditetapkan itu.

C. Fungsi Evaluasi Pendidikan

Bagi pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu:

1. Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya. Di sini, evaluasi dikatakan berfungsi memeriksa (= mendiagnose), yaitu memeriksa pada bagian-bagian manakah para peserta didik pada umumnya mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, untuk selanjutnya dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara pemecahannya. Jadi, di sini evaluasi mempunyai fungsi diagnostik.

2. Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya. Dalam hubungan ini, evaluasi sangat diperlukan untuk dapat menentukan secara pasti, pada kelompok manakah kiranya seorang peserta didik seharusnya ditempatkan. Dengan kata lain, evaluasi pendidikan berfungsi menempatkan peserta didik menurut kelompoknya masing-masing, misalnya kelompok atas (= cerdas), kelompok tengah (= rata-rata), dan kelompok bawah (= lemah). Jadi, di sini evaluasi memiliki fungsi placement.

3. Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status peserta didik. Dalam hubungan ini, evaluasi pendidikan dilakukan untuk menetapkan, apakah seorang peserta didik dapat dinyatakan lulus atau tidak lulus, dapat dinyatakan naik kelas ataukah tinggal kelas, dapat diterima pada jurusan tertentu ataukah tidak, dapat diberikan bea siswa, ataukah tidak dan sebagainya. Dengan demikian, evaluasi memiliki fungsi selektif.

4. Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memang memerlukannya. Berlandaskan pada hasil evaluasi, pendidik dimungkinkan untuk dapat memberikan petunjuk dan bimbingan kepada para peserta didik, misalnya tentang bagaimana cara belajar yang baik, cara mengatur waktu belajar, cara membaca dan mendalami buku pelajaran dan sebagainya, sehingga kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik dalam proses pembelajaran dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Dalam keadaan seperti ini, evaluasi dikatakan memiliki fungsi bimbingan.

5. Memberikan petunjuk tentang sudah sejauh manakah program pengajaran yang telah ditentukan telah dapat dicapai. Di sini evaluasi dikatakan memiliki fungsi instruksional, yaitu melakukan perbandingan antara Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang telah ditentukan untuk masing-masing mata pelajaran dengan hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik bagi masing-masing mata pelajaran tersebut, dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Adapun secara administratif, evaluasi pendidikan setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi, yaitu:
1. Memberikan Laporan Dalam melakukan evaluasi, akan dapat disusun dan disajikan laporan mengenai kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Laporan mengenai perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik itu pada umumnya tertuang dalam bentuk Buku Laporan Kemajuan Belajar Siswa, yang lebih dikenal dengan istilan Rapor (untuk peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah), atau Kartu Hasil Studi (KHS), bagi peserta didik di lembaga pendidikan tinggi, yang selanjutnya disampaikan kepada orang tua peserta didik tersebut pada setiap catur wulan atau akhir semester.

2. Memberikan Bahan-bahan Keterangan (Data) Setiap keputusan pendidikan harus didasarkan kepada data yang lengkap dan akurat. Dalam hubungan ini, nilai-nilai hasil belajar peserta didik yang diperoleh dari kegiatan evaluasi, adalah merupakan data yang sangat penting untuk keperluan pengambilan keputusan pendidikan dan lembaga pendidikan : apakah seorang peserta didik dapat dinyatakan tamat belajar, dapat dinyatakan naik kelas, tinggal kelas, lulus ataukah tidak lulus, dan sebagainya.

3. Memberikan gambaran-gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran tercermin antara lain dari hasil-hasil belajar peserta didik setelah dilakukannya evaluasi hasil belajar. Dari kegiatan evaluasi hasil belajar yang telah dilakukan untuk berbagai jenis mata pelajaran misalnya, akan dapat tergambar bahwa dalam mata pelajaran tertentu (misalnya Bahasa Arab, matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) pada umumnya kemampuan peserta didik masih sangat memprihatinkan. Sebaliknya, untuk mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila dan Ilmu Pengetahuan Sosial misalnya, hasil belajar siswa pada umumnya sangat menggembirakan. Gambaran tentang kualitas hasil belajar peserta didik juga diperoleh berdasar data yang berupa Nilai Ebtanas Murni (NEM), Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan lain-lain.

D. Sertifikasi

Sertifikat Pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan sarat mutlak untuk menciptakan sistim dan praktik pendidikan yang berkualitas.

Sertifikasi guru yang konon difungsikan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan mencari guru yang layak untuk menjadi pendidik serta pembimbing siswa itu sangat bagus, tetapi sepertinya itu hanya teori dan dilaksanakan di depan, setelah sekian langkah kok menjadi semakin rancu, karena guru guru yang lulus program sertifikasi kebanyakan guru guru yang hanya bisa kopi paste, mulai menyusun RPP, Artikel,dll, terus juga di dalam KBM sering siswanya tidak paham dengan apa yang disampaikan. Terus kedepannya nanti akan seperti apa mutu pendidikan di Indonesia, sementara pemerintah hanya menuntut nilai bagus dengan laporan yang baik, bukan kemampuan dan bukti kerja yang baik, terbukti pelaksanaan UN tetap saja terjadi kecurangan baik yang dilakukan oleh Guru maupun Siswa.

Manfaat Sertifikasi Guru
1) Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat:
2) Menjaga citra profesi guru dan melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas, dan tidak professional.
3) Meningkatkan kesejahteraan guru.
Tujuan Sertifikasi Guru
4) Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
5) Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.
6) Meningkatkan martabat guru serta meningkatkan profesionalitas guru.

Kamis, 24 Juni 2010

KEBUDAYAAN

Berkat kebudayaan kita berbahasa Indonesia bukan bahasa Inggris, menghormati Sang Saka Merah Putih, kita makan nasi dengan tangan atau sendok garpu dan bukan dengan sumpit. Apa yang dinyatakan dengan kebudayaan pada hakikatnya terdiri atas seribu satu cara orang dewasa melatih anaknya.
Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara mengatasi masalah yang dihadapi. Ada masalah yang universal seperti memenuhi kebutuhan biologis. Namun setiap masyarakat memiliki cara yang dianggap paling sesuai sehingga tidak ada dua masyarakat yang dua kebudayaannya.

Kebudayaan juga dipengaruhi oleh kontak dengan kebudayaan lain yang dipercepat oleh perkembangan komunikasi dan trasport. Yang dipinjam biasanya hal-hal yang berguna untuk memecahkan masalah atau sebagai alat untuk mencapai tujuan masyarakat.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa arti dari kebudayaan ?
2. Ciri khas dari kebudayaan ?
3. Norma kebudayaan ?
4. Makna dan contoh kebudayaan nyata dan kebudayaan ideal ?
5. Kebudayaan-kebudayaan yang terdapat di sekolah ?


Pengertian kebudayaan

Kebudayaan : cultuur dalam bahasa Belanda, culture dalam bahasa Inggris, berasal dari perkataan latin “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengola tanah atau bertani. Dari segi arti iini dikembangkanlah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitet manusia untuk mengubah dan mengobah alam”. Dilihat dari bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta “buddhayah” yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

Ada suatu keslahan umum yang terdapat dalam masyarakat yang beranggapan bahwa ada masyarakat yang memilki kebudayaan sedangkan yang lain tidak. Secara sosiologis semua manusia dewasa yang normal pasti memilki kebudayaan. Kebudayaan bisa diartikan sebagai keseluruhan tingkah laku dan kepercayaan yang dipelajari yang merupakan cirri anggota suatu masyarakat tertentu. Kata kunci dari definisi di atas adalah dipelajari yang membedakan antara kebudayaan dengan tindak tanduk yang merupakan warisan biologis manusia.
Contoh: semua bayi baru dilahirkan secara naluri akan menangis apabila mereka lapar atau merasa tidak enak. Jenis tangisan seperti ini adalah suatu cirri tingkah laku yang terdapat di masyarakat, bukan merupakan ciri khas suatu kebudayaan yang khusus, melainkan suatu warisan biologis manusia yang tidak dipelajari.
Kebudayaan bersifat totalitas dan kompleks. Dengan adanya ketotalitasandan kekomplekan itu tidak dapatlah kita melihat struktur, mengadakan pembagian jenis-jenis untuk menyebutkan bagian-bagian kebudayaan. Tetapi secara teknis, demi untuk kepentingan analisa dari suatu penyelidikan dibuatlah penggolongan penggolongan kebudayaan, agar memperoleh keterangan yang jelas. Salah satu teknik pembagian kebuadayaan manusia ialah menurut aspek-aspek atau komponen-komponen dari pada kebudayaan, yang dalam hal ini setiap ahli kebudayaan mempunyai pendapatnya masing-masing.

Tetapi secara umum komponen kebudayaan itu adalah sebagai berikut:
1. Alam pikiran ideologis dan religio
2. Bahasa
3. Hubungan social
4. hidup perekonomiannya
5. ilmu pengetahuan dan teknologi
6. keseniaan
7. politik dan pemerintahan
8. pewarisan kebudayaan atau pendidikan

Ciri-ciri Khas daripada Kebudayaan

Kebudayaan itu mempunyai pertanda atau cirri-ciri yang spesifik, diantara tanda yang khas daripada kebudayaan ialah komulatif, dinamis, disfertif.
Kebudayaan pada hakikatnya adalah komulatif, merupakan tumpukan-tumpukan, merupakan lapisan-lapisan atau stratifikasi. Sifat komulatif dari kebudayaan ini disebabkan karena adanya unsure lama dan baru dalam pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan dan hal ini jelas sekali pada historiografi kebudayaan.
Contoh: misalnya soal pakaian, dahulu kala orang-orang memakai untuk menutup tubuhnya, kemudian kulit kayu, kulit binatang, anyaman serta serat, kemudian timbul kepandaiaan menenun dengan tangan, kemudian timbul mesin tenun, ada pakainan dari wol dan perkembangan ini terus berkembang sesuai zaman.

Analisa tentang organisasi masyarakat juga menunjukan sifat komulatif daripada kebudayaan. Dahulu kala masyarakat kebanyakan terpencil, dihubungkan dengan lalu lintas jalan kaki, tiap masyarakat mencakupi segala kebutuhan hidupnya, makan, pakaian, alat-alat pertanian dan sebagainya. Tetapi sekarang, tiap-tiap masyarakat mempunyai spesialisasi produksi, seperti: topi dari Tasikmalaya, jeruk dari Tawangmangu dan Garut, pisang dari Banyuwangi, beras dari Birma, dan lain sebagainya.
Tipe-tipe dan pola tingkah lakumenunjukan gejala komulatif kebudayaan. Misalnya dari study Stuart Chapin tentang tipe-tipe dan pola tingkah laku dari empat lembaga: keluarga, Negara, agama dan industri menunjukan perbedaan-perbedaan tipe dan pola tingkah laku yang spesifik.

Norma-norma Kebudayaan

Suatu norma kebudayaan merupakan suatu standar konkrit mengenai apa yang diharapkan atau disetujui oleh sekelompok manusia mengenai pikiran dan tingkah laku mereka. Segala harapan dan tingkah laku yang dihasilkannya sering berubah dari satu kebudayaan ke kebudayaan berikutnya. Norma-norma kebudayaan memiliki banyak bentuk yang berbedadan sebagian akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Values, atau nilai-nilai yaitu suatu perasaan mendalam yang dimilki oleh anggota-anggota sekelompok masyarakat yang akan sering menentukan perbuatan atau tindakan para angggotanya. Contoh: umpamanya masyarakat Amerika memberi nilai tinggi pada kehidupan keluarga, kebebasan individu, kebebasan pers, dan persamaan hak di mata hokum. Nilai-nilai seperti ini merupakan suatu norma yang tertanam luas di dalam masyarakat.

2. Adat istiadat (folkways) sudah membudaya karena kebiasaan bertindak dalam masyarakat. Contoh: adat istiadat yang dianut Amerika seperti halnya melihat pertandingan baseball sambil makan hot dogs, mengenakan baju paling bagus pada suatu upacara pengantin, mengendarai mobil disebelah kanan jalan. Dan minum kopi di pagi hari.

3. Mores, ialah kebiasaan-kebiasaan yang mengandung implikasi-implikasi panting bagi kehidupan manusia seperti halnya mana yang benar dan mana yang salah untuk dilakukan. Mores dari suatu masyarakat sering dimasukkan ke dalam system hokum dan pengajaran keagamaan. Hukum adalah mores khusus yang telah dirumuskan menjadi peraturan-peraturan, dan barang siapa melanggar peraturan-peraturan tersebut akan menghadapi ancaman hukuman. Contoh: di Amerika Serikat terdapat sejumlah larangan keras terhadap pembunuhan, pengkhianatan, pemerkosaan, dan perzinahan. Disamping mores yang agak jelas, masih terdapat banyak mores lainnya yang menimbulkan reaksi umum yang kuat apabila dilanggar, misalnya berdiri telanjang di depan umum. Mores bisa saja berubah-ubah melalui proses yang tidak disadari ataupun dengan membuat perubahan-perubahan yang terencana dan disengaja.

Kebudayan Nyata dan Kebudayaan Ideal

Beberapa sifat sangat sering dikutuk masyarakat namun secara semu dilakukan secara meluas. Kebuadayaan ideal adalah pola tindak tanduk yang telah disepakati secara formal, sedangkan kebudayaan rill ialah segala hal yang dilakukan masyarakat secara terbuka. Tindakan pria atau wanita yang dan pola-pola ideal suatu masyarakat jarang tetap berbeda terus dalam jangka waktu lama. Contoh: di seluruh masyarakat Amerika terdapat banyak contoh kesenjangan antara kebudayaan rill dan kebudayaan ideal. Salah satu contoh tentang hal ini ialah calon-calon perwira di salah satu akademi yang dituntut memiliki kejujuran tinggi. Contoh lain adalah pelanggaran undang-undang yang justru dilakukan oleh para ahli medis dengan melakukan pembedahan yang kadang tidak perlu yang kadang kala terjadi di berbagai rumah sakit.

Ethnosentrisme

Merupakan suatu kecendruangan individu dalam suatu masyarakat yang menganggap bahwa kebudayaan mereka adalah yang paling unggul. Disebabkan oleh tradisi dan kebiasaan, kita sering didorong untuk bangga oleh sikap social yang telah tertanam yang membuat kita menjadi ethnosentris. Dengan demikian apabila para anggota suatu kelompok sedang menilai orang0orang yang bukan kelompoknya, ethnosentrisme sering membangkitkan superioritas pada diri mereka.
Contoh: warga kota sering menganggap orang kampung sebagai “orang udik”, namun sebaliknya orang-orang pedalaman mengatakan bahwa penduduk kota sebagai “orang-orang yang licik dan curang”. Para misionaris agama Kristen manganggap jemaah-jemaah yang berasal dari masyarakat suatu suku bangsa yang masih terbelakang sebagai kelompok orang-orang kafir, namun sebaliknya masyarakat yang masih terbelakang itu menganggap para misionaris sebagai orang-orang asing yang aneh dengan barang-barang pujaan mereka yang mengerikan.

1. Kepribadian dan Ethnosentrisme
Meskipun semua kelompok mendorong dan merangsang tumbuhnya ethnosentrisme namun tidak semua anggota kelompok tersebut bersifat ethnosentrisme. Ada beberapa tipe kepribadian yang cendrung lebih ethnosentrisme disbanding yang lain. Satu hasil penelitian menunjukan bahwa bila individu curiga terhadap suatu kelompok dia cendrung akan curiga terhadap sejumlah kelompok lainnya.

2. Dampak Ethnosentrisme yang Menguntungkan
Ethnosentrisme sangat berguan untuk mempertebal kesetiaan seeorang terhadap kelompok dan juga untuk meningkatkan moral, patriotisme dan juga nasionalisme mereka. Lagi pula, Ethnosentrisme penting sebagai suatu penangkal atas gerak perubahan untuk menguatkan statusquo.

Contoh, sepanjang masa berlangsungnya peperangan, Ethnosentrisme sangat dibutuhkan, yaitu untuk meningkatkan semangat, untuk lebih meningkatkan kepercayaan semua anggota masyarakat bahwa system-sistem social, nilai-nilai, kepercayaan, dan tradisi mereka adalah yang paling bagus atau minimal masih lebih baik dibanding musuh mereka. memang perlu juga menakut-nakuti mereka mengenai system pemerintahan dan nilai-nilai masyarakat yang sedang menyarbu sebagai musuh bebuyutan. Dengan cara begini Ethnosentrisme yang tinggi jelas akan menghasilkan patriotisme dan nasionalisme yang tinggi pula.

3. Dampak Ethnosentrisme
Mungkin dampak yang paling merugikan dari Ethnosentrisme terhadap masyarakat adalah terhambatnya perubahan-perubahan di dalam masyarakat yang akan memberikan akibat-akibat positif bagi para anggota masyarakatnya. Karena ide-ide dari luara selalu dicurigai atau dianggap salah maka persoalan masyarakat yang seharusnya mudah dipecahkan menjadi sulit untuk diselesaikan. Dalam bentuk ekstrim seperti itu jelas Ethnosentrisme akan menjerumuskan mereka dengan menolak mentah-mentah suatu kebijaksanaan dan pengetahuan kebudayaan orang lain dan bahkan mereka membangun suatu tembok pemisah yang membendung dan mencegah adanya peningkatan pertukaran kebudayaan.

Relativitas Kebudayaan

Jelas sulit memahami pola-pola tingkah laku kelompok-kelompok lain apabial kita hanya menganalisa mereka dengan motif-motif dan nilai-nilai kita sendiri. Pengetian dan nilai-nilai dari suatu sifat pembawaan harus dinilai sehubungan dengan konteks kebudayaan itu sendiri. Itulah sebabnya, suatu karakter yang merupakan factor pemecah dalam suatu masyarakat bisa saja menjadi factor vital terhadap stabilitas bagi masyarakat lain. Nilai suatu adat istiadat hanya bisa dinilai dengan melihat adilnya terhadap kebudayaan itu sendiri.

Contoh, para atlit professional dalam bidang olahraga tertentu selalu menjadi lebih agresif dalam permainan mereka. Dalam suatu cabang olahraga seperti permainan hockey di atas es mereka berlomba berjuang gigih melawan para pemain tim lain dengan agresif merupakan semangat bertanding yang positif. Adalh wajar jika para pemain terluka parah dalam pertandingan semacam ini. Namum di mata orang luar tindakan ini tidak bisa dimengerti yang hakekatnya dianggap sangat tidak berarti dibandingkan dengan nilai jiwa seorang manusia.

Culture Shock “Goncangan Budaya”

Apabila seorang individu terbuka untuk menyerap kebudayaan asing dan dia hidup di antara masyarakat yang tidak menganut kepercayaan atau keyakinan, maka kondisi seperti ini bisa disebut “culture shock” (goncagan kebudayaan). Contoh: salah seorang warga Inggris yang berkunjung ke New Guenia dan menyaksikan tingkah laku seorang pengayu Marindese, pasti akan mengalami goncangan kebudayaan. Sebab cara hidup orang marindese tadi jauh berbeda dengan cara hidupnya sendiri, maka orang Inggris tadi hamper bisa dipastian akan tergoncang menyaksikan apa yang dilihatnya.

Sumber Perubahan Sosial dan Kebudayaan

Teknologi mungkin merupakan penyebab paling penting bagi terjadinya perubahan-perubahan social budaya. Perkembangan dan perubahan pesat teknologi pada umumnya terjadi pada suatu masyarakat yanng sudah maju dan berkembang. Bila perkembangan dan perubahan teknologi dipercepat maka perubahan budaya yang digerakkannya harus didorong juga. Faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi perubahan ini adalah:

1. Lingkungan fisik
Memang perubahan dalam fisik secara mendadak jarang terjadi, namun seandainya terjadi biasanya sangat mengejutkan, misalnya gempa bumi. Kebanyakan perubahan lingkungan fisik terjadi secara perlahan-lahan, yang mana perubahan lamban seperti itu dalam kehidupan sosial tidak akan sempat diperhatikan.

2. Perubahan penduduk
Tiap perubahan besar dalam jumlah atau peyebaran penduduk senantiasa mengakibatkan perubahan sosial. Meningkatnya penduduk dapat menimbulkan imigrasi, atau peningkatan produksi, yang pada gilirannya akan menimbulkan perubahan-perubahan sosial

3. Kebutuhan-kebutuhan yang visa dirasakan
Kebutuhan masyarakat adalah suatu persyaratan bagi adanya perubahan sosial. Kebutuhan selalu bersifat subyektif sementara kondisi-kondisi yang selalu berubah akan menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru.

Kebudayaan Sekolah

Sistem pendidikan mengembangkan pola kelakuan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat dari murid-murid.kehidupan di sekolah serta norma-norma yang berlaku disitu dapat disebut kebudayaan sekolah. Walaupun kebudayaan sekolah merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat luas, namun mempunyai ciri-ciri yang khas sebagai suatu “subculture”.

Timbulnya sub kebudayaan sekolah juga terjadi oleh sebab sebagian yang cukup besar dari waktu murid terpisah dari kehidupan orang dewasa. Dalm situasi serupa ini dapat berkembang pola kelakuan yang khas bagi anak muda yang tampak dari pakaian, bahasa, kebiasaan kegiatan-kegiatan serta upacara-upacara. Sebab lain timbulnya kebudayaan sekolah ialah tugas sekolah yang khas yakni mendidik anak dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan, sikap, keterampilan yang sesuai dengan kurikulum dengan metode dan teknik kontrol tertentu yang berlaku di sekolah itu.

Tiap kebudayaan mengandung bentuk kelakuan yang diharapkan dari anggotanya. Disekolah diharapkan bentuk kelakuan tertentu dari semua murid dan guru. Itulah yang menjadi norma bagi setiap murid dan guru. Norma ini nyata dalam kelakuan anak dan guru, dlam peraturan-peraturan sekolah, dlam tindakan dan hukum terdapat pelanggaran, juga dalam kegiatan seperti upacara-upacara.
Kenaikan kelas

Belajar dengan rajin agar naik kelas merupakan patokan yang mempengaruhi kehidupan anak selama bersekolah. Untuk itu ia harus menguasai bahan pelajaran yang ditentukan oleh kurikulum yang sering di olah dalam bentuk buku pelajaran, diktat atau bukku catatan. Dengan ulagan atau tes guru menilai kemampuan anak. Angka dari guru sangat penting bagi murid. Hak guru memberi angka memberikannya kekuasaan disegani oleh murid. Ada juga guru yang bila perlu menggunakan angka itu untuk menegakkan kekuasaannnya. Guru ang disebut “killer” sangat ditakuti.

Tinggal kelas merupakan masalah yang berat bagi murid. Bagi anak yang bersangkutan, ini berarti bahwa ia akan ditinggalkan oleh teman-temannya selama setidak-tidaknya satu tahun dan ia harus masuk kelompok anak yang lebih muda daripadanya yang selama ini lebih rendah kedudukannya. Oleh sebab kenaikan kelas itu begitu pentingnya maka murid-murid biasanya belajar untuk memperoleh nilai yang baik.

Upacara-upacara

Peristiwa yang biasanya dilakukan dengan upacara ialah penerimaan murid baru. Pada waktu yang lalu murid SMA turut melakukan masa perkenalan, meniru kakak-kakaknya di perguruan tinggi. Mereka ini sebenarnya mengikuti jejak mahasiswa zaman kolonial, yang menerima mahasiswa dengan perpeloncoan. Masa “perkenalan” itu memang banyak dan sering menyimpang dari tujuannya, yakni memperkenalkan lembaga sekolah sebagai lembaga pendidikan kepada siswa baru.

Wisuda merupakan salah satu upacara yang menggembirakan, wisuda ini berarti mengakhiri periode tertentu dalam hidupnya dan membuka lembaran baru serta memasuki periode yang baru dan masa menuju kedewasan. Selain itu wisuda merupakan tanda penghargaan atas keberhasilan siswa dalam pelajarannya yang diperoleh dengan jerih payah.

Upacara bendera
Upacara ini selain mempunyai fungsi kontrol, juga menanamkan rasa identifikasi anak dengan sekolahnya dan semangat persatuan serta rasa turut bertanggung jawab atas nama baik sekolahnya.
Dalam suasana upacara murid-murid berada dalam suasana yang lebih responsif. Maka suasana yang serupa itu dapat dimanfaatkan untuk memperoleh dukungan dan partisipasi murid dalam menjalankan peraturan baru . keterbukaan murid diperkuat oleh nyanyian bersama, sumpah-sumpah kesetiaan, dan kegiatan bersama lainnya. Dalam menghimpun murid-murid untuk suatu upacara tiap sekolah dapat mengembangkan cara-cara yang khas bagi sekolah itu yang akhirnya dapat menjadi tradisi disekolah itu.

Jumat, 18 Juni 2010

TULISAN KU

PROSTITUSI di KALANGAN REMAJA

Oleh; Rusmiaty Putri


Prostitusi atau pelacuran adalah penjualan jasa seksual untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).
Dalam pengertian yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak berharga juga disebut melacurkan dirinya sendiri, misalnya seorang musisi yang bertalenta tinggi namun lebih banyak memainkan lagu-lagu komersil. Pekerjaan melacur sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa ke masa. Pelacur (PSK) selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman bernama kondom.
Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat, namun ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, tapi dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa perempuan mana saja.
Hampir di setiap media massa baik koran, majalah, dan televisi memberikan gambaran yang nyata tentang kehidupan masyarakat khususnya tentang pelacuran atau prostitusi dengan segala permasalahannya. Berbagai tindakan dan langkah-langkah strategis telah diambil pemerintah dalam menangani masalah ini, baik dengan melakukan tindakan persuatif melalui lembaga-lembaga sosial sampai menggunakan tindakan represif berupa penindakan bagi mereka yang bergelut dalam bidang pelacuran tersebut. Tetapi kenyataan yang dihadapi adalah pelacuran tidak dapat dihilangkan melainkan memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Permasalahan lebih menjadi rumit lagi tatkala pelacuran dianggap sebagai komoditas ekonomi (walaupun dilarang UU) yang dapat mendatangkan keuntungan finansial yang sangat menggiurkan bagi para pebisnis. Pelacuran telah diubah dan berubah menjadi bagian dari bisnis yang dikembangkan terus-menerus sebagai komoditas ekonomi yang paling menguntungkan, mengingat pelacuran merupakan komoditas yang tidak akan habis terpakai. Saat pelacuran telah dianggap sebagai salah satu komoditas ekonomi (bisnis gelap) yang sangat menguntungkan, maka yang akan terjadi adalah persaingan antara para pemain dalam bisnis pelacuran tersebut untuk merebut pasar.
Apabila persaingan telah mewarnai bisnis pelacuran, yang terjadi adalah bagaimana setiap pemain bisnis pelacuran dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dari para pesaingnya. Untuk bisnis pelacuran, baik tidaknya pelayanan ditentukan oleh umur yang relatif muda, warna kulit, status, kecantikan dan kebangsaan dari setiap wanita yang ditawarkan dalam bisnis pelacuran tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini para pebisnis yang bergelut dalam bisnis pelacuran cenderung mengambil jalan pintas dengan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya itu.
Salah satu cara yang digunakan adalah dengan memaksa atau melakukan pemaksaan terhadap seseorang untuk bekerja sebagai pelacur dalam bisnis pelacurannya. Pemaksaan ini dilakukan dengan berbagai cara antara lain, penipuan, penjeratan utang, intimidasi, penculikan dan berbagai cara lain yang menyebabkan seseorang mau tidak mau, setuju tidak setuju harus bekerja dalam bisnis pelacuran.
Mengingat pelacuran ini merupakan bisnis gelap maka penyelesaian dan penanganan masalah ini semakin rumit, apalagi pelacuran merupakan bisnis perdagangan tanpa adanya barang yang diperdagangkan dan dilakukan di tempat tertutup sehingga untuk membuktikan telah terjadinya hal tersebut sangat sulit. Tetapi sulit tidak sama dengan mustahil, untuk itu walaupun penanganan masalah pelacuran ini sulit kita tetap harus berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Namun yang lebih parahnya lagi prostitusi kini sudah merebah dikalangan pelajar (remaja) Apalagi remaja sedang berada pada masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Mereka biasanya ingin mencoba-coba sesuatu. Mereka juga ingin dihargai di group nya (teman sebaya).
Gaya hidup dinilai menjadi salah satu faktor utama pendorong remaja terlibat prostitusi. Gaya hidup remaja sekarang dipengaruhi salah satunya oleh tayangan sinetron di televisi. Remaja digambarkan sebagai sosok modern dengan segala barang yang dimilikinya. Padahal dengan terlibat prostitusi, para remaja itu sangat rentan terinfeksi penyakit menular seperti HIV dan AIDS.
Bukan hanya factor gaya hidup yang mempengaruhi terjadinya prostitusi dikalangan pelajar (remaja). Prostitusi juga terjadi karena sebagian remaja tidak memahami mengapa terjadi kehamilan, menstruasi, dan hal lain yang terkait dengan seksualitas sehingga dengan mudah mereka tergabung dalam dunia prostitusi ini. Minimnya pengetahuan mengenai seks telah membuat para remaja tidak memiliki penangkal dalam soal seksualitas.
Untuk menangkal agar remaja tidak terlibat prostitusi, pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi di sekolah menengah sangat penting. Materi yang diajarkan bukan soal hubungan seksualnya, pasalnya di Indonesia berbicara seks masih dinilai tabu. Pendidikan seks lebih menekan pada kesehatan seksual atau reproduksi yang baik. Serta peran orang tua juga sangat penting. Orang tua harus mempunyai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Apalagi remaja yang mulai beranjak dewasa biasanya perlu pengetahuan seks yang memadai. Komunikasi antara anak dan orang tua harus pula terjalin. Dengan hubungan yang hangat, biasanya akan lebih terbuka dengan persoalan yang dihadapinya. Orang tua harus belajar mengatasi konflik yang dihadapi remaja dan mampu memberi solusinya. [Rsmt, dari berbagai sumber].